Sabtu, 21 April 2012

Lalat


Di kamar empat segi
Di paku ruang sunyi
Telanjang tanpa benang
Daging masih bertulang
Lentang di lantaian putih
Jasad yang mulai reput
Hancur ditindih sedih

Lalat pun tiada mahu hurung
Takut jangkit dek si bangkai
Takut nanti tak bisa terbang
Takut nanti punah terbarai
Takut ditusuk pilu lebihan
Takut nanti mati seorang


Jumaat, 20 April 2012

Cinta Sampai Ke Ribu-ribu Yang Kau Tak Mampu Bilang.

Kami baring di atas katil yang cadarnya warna putih. Aku peluk dia dari belakang sambil genggam erat jari-jarinya yang halus.

 Malam itu sunyi. Di luar hujan mulai menitis renyai.

"I love you" aku bisik di telinganya.
"I love you too" dia balas perlahan.

Sunyi lagi. Kali ini sunyinya lama betul.

Setengah jam berlalu, dan sunyi mulai pecah.

"I love you" dia bisik. Tangannya genggam kuat jari-jari aku.

"I love you too" aku jawab.

 I love you three...


I love you four...


I love you five...


I love you six...


I love you seven...

Tiga kata itu mulai melarat. Malam kami tidak sunyi lagi.
....
...
..
.


I love you ten thousands seventy three hundreds, dan dia berhenti. Waktu itu jam sudah tunjuk pukul lima pagi.

Di luar hujan masih renyai-renyai.

Mesin di tepi katil (yang aku tak tahu apa namanya) mulai berbunyi.

"Tet, tet, tetttttttttttttttttttttttttt..."

Dua orang jururawat bergegas ke arah kami. Seorang memeriksa bacaan pada mesin, seorang lagi memeriksa nadi dia.

Mereka lalu berpandangan dengan mata yang sayu.

"Dia dah tak ada encik" kata jururawat yang memakai tag nama Belinda kepada aku.

Aku angguk lemah.

Dengan rangkul aku yang masih utuh, perlahan aku bisik di telinga dia, untuk kali yang terakhir.

I love you for a thousand more.